Kisah inspiratif Martabatul & Shodiq, sukses bangun usaha sampingan di tengah gaji terbatas. Buktikan, peluang selalu ada dengan kerja keras & tekad k
Hidup di kota besar dengan gaji yang pas-pasan sering membuat orang harus mencari cara tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ini juga dialami oleh Martabatul Auliya, seorang wanita asal Semarang yang bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi dengan gaji Rp 3,4 juta per bulan, sesuai Upah Minimum Kota (UMK). Karena biaya hidup yang terus naik, Martabatul memutuskan untuk memulai usaha sampingan berjualan bakso beku yang ia beri nama "Baksologi Frozen".
Awalnya, ide bisnis ini muncul dari kebiasaannya membawa bakso sebagai oleh-oleh dari Temanggung saat pulang ke rumah. Banyak orang yang menyukai bakso buatannya, sehingga ia memulai sistem pre-order (PO). “Awalnya cuma buat tambahan uang bensin. Setiap pulang, saya buka PO, dan Alhamdulillah pesanan terus bertambah,” ceritanya pada Kompas.com, Sabtu (11/1/2025).
Setelah tujuh bulan, Martabatul mulai serius mengembangkan usahanya. Ia membeli freezer untuk menyimpan stok bakso lebih banyak. Namun, tidak semua stok bakso laku setiap bulan. Untuk mengatasi ini, ia membuka peluang reseller. “Awalnya titip di warung teman, lama-lama ada reseller. Sekarang sudah ada tiga reseller yang membantu memasarkan bakso saya,” ujarnya.
Dari usaha ini, Martabatul bisa menabung untuk memperbesar bisnisnya. Sekarang, ia sudah punya freezer besar dan peralatan lainnya. Menurutnya, gaji Rp 3,4 juta tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, apalagi jika sudah berkeluarga. “Di Semarang, semuanya serba beli. Dengan UMK segitu, jelas kurang. Apalagi kalau nanti punya anak, kebutuhan pasti lebih banyak,” katanya.
Martabatul menggabungkan penghasilan dari pekerjaan dan usaha bakso untuk memenuhi kebutuhan hidup. Meski belum cukup besar, ia bersyukur karena usaha bakso cukup membantu. “Rp 5 juta per bulan itu masih pas-pasan. Kalau cuma mengandalkan gaji, jelas tidak cukup,” tambahnya.
Ia juga harus pintar membagi waktu antara kerja dan usaha. Setelah pulang kerja, ia langsung mengurus pesanan bakso, dan hanya bisa istirahat di malam hari. Untungnya, ia dibantu oleh suaminya, Akbar, yang juga mendukung usahanya. “Capek iya, tapi karena sudah mulai, harus terus dijalankan,” ujarnya.
Kisah serupa juga dialami oleh Muhammad Shodiq, warga Semarang yang bekerja di sebuah perusahaan sambil merintis usaha telur gulung. Usaha telur gulungnya pertama kali dibuka pada Maret 2020, tapi harus tutup sebulan kemudian karena pandemi COVID-19. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya usahanya bisa bertahan hingga sekarang. “Alhamdulillah, setelah jatuh bangun, usaha ini bisa bertahan,” ujarnya.
Shodiq bercita-cita menjadi pengusaha yang sukses dan bisa membantu orang lain. “Saya ingin jadi pengusaha yang dermawan, bisa membuka lapangan kerja. Makanya, saya mulai dari usaha kecil seperti ini,” jelasnya. Meski sering menghadapi risiko, seperti penghasilan yang tidak tetap, semangatnya tidak pernah pudar. “Hasil dari pekerjaan utama masih jadi penopang hidup saya. Jadi, ada rasa khawatir kalau ada ancaman PHK, apalagi usaha masih dalam tahap merintis,” tambahnya.
Dari kisah Martabatul dan Shodiq, kita belajar bahwa meski hidup di kota besar dengan gaji terbatas, selalu ada peluang untuk menciptakan usaha dan meraih impian. Dengan tekad dan kerja keras, mereka berhasil membuka jalan untuk masa depan yang lebih baik.
Credit :
Penulis : Dzaki Syafian
Komentar